RADEN SALEH SYARIF BUSTAMAN


Taman Ismail Marzuki atau yang lebih dikenal dengan sebutan pusat kesenian Jakarta, yang terletak di jalan Cikini Raya, 73, Jakarta Pusat. Tahukah kalian,,, jika pusat kesenian ini dahulunya merupakan kompleks vila milik pelukis yang bernama lengkap RADEN SALEH SYARIF BUSTAMAN ini. Di mana sang pelikis ini lahir pada tahun 1807, di Semarang. Pada 1817, dia dikirim bersekolah di Jakarta. Di sini, ia bertemu A. A. J. Payen, seorang pelukis bagi direktur pertanian, kesenian, dan pengetahuan pemerintahan Belanda. Bakat Saleh membuat Payen mengusulkannya agar di kirim belajar ke Belanda. Maka pada 1829, saleh pun berangkat dan ia menjadi pelukis Indonesia pertama yang belajar ke luar negeri.
Di Belanda, ia belajar di bawah asuhan dan bimbingan Cornelis Kruseman dan Andries Schelfhout. Dalam beberapa tahun, ia telah ikut serta dalam pameran  di Belanda. Setelah itu, Raden Saleh mulai menjelajah Austria, Jerman, dan Perancis. Ia juga pergi ke Aljazair bersama Horace Vernet, pelukis beraliran oriental yang mempengaruhi lukisan adegan berburunya. Pada tahun 1843, ia menetap di Dresden selama  5 tahun. Di sini, ia banyak melukis para bangsawan sehingga Raden Saleh mulai terkenal, sebagai pelukis potret.
Setelah malang melintang di Eropa selama 20 tahun, RAden Saleh kembali ke Jakarta pada 1851. Kemudian, ia mendirikan sebuah rumah indah yang kini dikenal sebagai rumah Sakit Cikini. Di Cikini, juga dibangun kompleks vila. Ketika pulang, Raden Saleh ditemani istrinya bernama Ny. Winkelman, seorang wanita Belanda. Namun kemudian ia bercerai dan menikah dengan Raden Ayu Danudirdjo, seorang bangsawan Solo. Pada 1875 – 1879, ia kembali ke Eropa dan setelah itu menetap di Bogor hingga wafat pada 23 April 1880.
Karya-karya Raden Saleh banyak dipajang di Rijksmuseum, Amsterdam. Sebagian karyanya terpakar ketika sedang di pamerkan di Paris pada 1931, dan salah satunya dalah karya besarnya yang berjudul ‘Antara Hidup dan Mati’. Beberapa karya lainya adalah ‘Merapi yang Meletus’, ‘Penangkapan Diponegoro’, Jalan di Desa’, ‘Banjir’, ‘Pertarungan antara Kerbau dan Harimau’, ‘Berburu Harimau’, ‘Harimau Minum’ dan lukisan potret seperti Gubernur Jenderal Daendles, Sultan Hamengkubuwono VIII, dan Bupati Majalengka, pamannya.